Educate Children To Be a Person

"Adalah kecerobohan besar melepas anak ke dunia yang penuh dengan sesat pikir ini hanya dengan memiliki satu spesialisasi kemampuan." seru Charlotte Mason dalam bab mengenai hukum nalar yang jadi pembahasan saya dan teman-teman praktisi metode CM di Jakarta siang tadi.

Peringatan ini muncul saat Charlotte membahas sesat pikir yang ada dalam teori Karl Marx soal pendidikan. Dalam salah satu klausulnya Marx menyatakan bahwa hendaknya pendidikan dan ekonomi menjadi satu kesatuan, artinya hasil dari pendidikan harus mampu menunjang kemampuan ekonomi yang bermanfaat bagi pribadi maupun negara. Paradigma ini agaknya bukan hanya diusung Marx tapi sudah menyebar ke hampir seluruh bagian dunia hingga saat ini. Anggapan bahwa tujuan pendidikan tak lain adalah untuk mencapai kesuksesan materi memang rasanya dianut oleh banyak sekali (golongan) manusia.

Asumsinya adalah manakala seorang anak mempelajari suatu keahlian khusus yang bisa dijual, akan jauh lebih bermanfaat di masa depannya. "Kalau sudah punya keahlian khusus kan nanti jadi gampang cari kerjanya (atau, kan bisa jadi pengusaha mandiri)" begitu anggapan kebanyakan orang.
Tapi, apakah tujuan pendidikan sekedar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi? Apakah menghasilkan uang jadi lebih penting daripada mendidik anak untuk bisa menjadi pribadi yang penuh?

Dalam bab-bab sebelumnya Charlotte menegaskan bahwa jawabannya jelas tidak. Manusia tidak bisa mengabdi pada dirinya sendiri semata. Bekerja untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya atau menjalani sesuatu semata mata karena "aku senang" bukan berarti menjamin kebahagiaan hidup. Di dunia ini ada banyak aspek yang semuanya terikat dalam hukum sebab akibat, hukum keseimbangan serta hukum-hukum alam semesta lainnya. Anak-anak perlu dididik untuk mengabdi pada suatu kepentingan yang lebih besar dari dirinya, dan untuk meraih tujuan itu, jelas bukan persoalan mudah!

Mereka perlu diajari tentang bagaimana mengenali keinginan nafsunya semata, melakukan sesuatu yang benar meski itu bukan yang ia suka, perlu belajar tentang bagaimana memahami sesuatu dengan seksama, menimbang - menganalisa - memutuskan dengan tepat, perlu dilatih untuk menyukai hal-hal yang besar dan tidak terjebak dalam hal-hal remeh yang bagai permen dalam menu makanannya. Pendidikan seharusnya fokus pada pelatihan-pelatihan karakter yang demikian, sebab hal-hal tersebut adalah kemampuan dasar yang layaknya dimiliki manusia untuk bisa bertahan hidup di tengah dunia yang penuh dengan sesat pikir ini.

Lantas, apa iya dengan karakter saja cukup? Bukankah manusia juga butuh uang?

"Sebaliknya" lanjut Charlotte, "Seorang pemilik pekerjaan akan sangat senang jika mereka menemukan calon pekerja yang bersemangat kerja, cerdas, dan berwatak baik. Dengan senang hati bahkan ia akan mengajarkan kemampuan teknis yang tidak dimiliki calon pekerja tersebut."

Dengan kata lain sebenarnya jika memang karakter seseorang sudah terbentuk dengan baik, uang akan datang dengan mudah. Perkara ekonomi hendaknya tak perlu dijadikan motif pendidikan, tak perlu khawatir berlebihan tentang apa yang akan mereka makan, apa yang akan mereka pakai, pekerjaan apa yang akan mereka jalani, materi apa yang akan mereka miliki di masa depan. Kita perlu mengimani bahwa selama tujuan hidup mereka adalah untuk mengabdi pada Sang Maha Besar, maka Dia pula yang akan menjamin kebutuhan materi mereka. Dalam kerangka pengabdian pada Tuhan tersebut, pendidikan seharusnya membantu mereka menjadi pribadi yang penuh - insan kamil -, bukan (sekedar) melatih kemampuan teknis.




Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bermain dengan Hasrat

Alasan Memilih Homeschooling - Part 2