Mencari Partner Mengajari Anak

"Kita tidak berantem setiap hari, sebulan sekali saja belum tentu..tapi setiap hari kita berinteraksi dengan orang lain dan tubuh kita pun menjadi bagian dari interaksi kita terhadap orang lain itu. Aikido membantu anak melatih tubuhnya, bukan sekedar jago berantem atau dapat medali. Latihan Aikido butuh ketekunan dan waktu lama, kalau memang ingin hasil yang cepat bisa dibanggakan, silahkan cari beladiri lain" tukas pelatih Aikido anak saya.

Saya senang sekali menemukan partner-partner mengajari anak seperti ini. Mereka yang mengajar karena punya landasan filosofi yang sama dengan kami, dan bukan mengajar sekedar karena menjadikan apa yang diajarinya itu sebagai alat kebanggaan semata. Bagi saya, sebagai orangtua, manakala kita sudah menetapkan tujuan pendidikan, maka setiap langkah harus diupayakan untuk menuju ke sana. Termasuk dalam upaya mencari partner mengajari anak ini karena kita orangtua bukan manusia super yang bisa mengajarkan segalanya.

Pelatih olahraga, musik, seni atau bahkan akademis sekalipun penting untuk memiliki tujuan yang sama dengan tujuan pendidikan kami. Bukan hanya bisa mengajarkan teknis namun juga menularkan kecintaan pada bidang yang digelutinya serta tidak semata mengajar karena kebutuhan materi. Memang tidak bisa dipungkiri kalau materi itu penting, namun manakala proses belajar dilandasi materi semata (asal konsumen senang misalnya), saya tidak yakin anak saya bisa mendapatkan tujuan pembelajaran yang sama seperti yang kami patok. Untuk itu, penting bagi saya berbincang bincang dengan pengajar sebelum memutuskan apakah memang saya bisa menggandengnya menjadi partner mengajari anak saya atau tidak.

Saya pernah mengajak anak saya trial di sebuah tempat kursus musik. Caranya mengajar menyenangkan dan pelatihnya pun tampak menyukai anak-anak. Anak saya pun mengaku suka pada tempat kursus tersebut. Namun setelah berbincang - bincang, calon pelatihnya berkata "Wah, anak ibu sepertinya berbakat..tahun depan sudah bisa ikut kompetisi ini". Saya pun urung memasukan anak saya ke tempat kursus tersebut. Sederhana, bagi saya tujuan bermusik bukan untuk kompetisi. Meningkatkan kemampuan bermain hanya karena keinginan untuk mengalahkan orang lain rasanya bukan hal yang prinsipil untuk dilakukan.

Dalam kurikulum yang kami pakai, musik penting bagi pemenuhan kebutuhan jiwa. Anak-anak perlu merasa jiwanya terisi dengan musik yang mereka mainkan, bukan bermain karena motif ingin menang, ingin tampil ataupun motif ekonomi. Kalau ternyata mereka suka bermain musik dan kelak menjalani profesi yang terkait dengan musik, ya itu lain soal. Namun di tahap awal belajar ini mereka perlu kemurnian motif dalam bermain, dan bagi saya ini prinsipil. Kalau pelatih musiknya sudah menargetkan dia untuk ikut kompetisi, maka ia akan merusak motif bermusik anak saya.

Bersyukur karena tak lama kemudian kami menemukan pelatih lain yang justru banyak mengajarkan kami tentang makna musik yang sesungguhnya dan menularkan kecintaan bermain musik tanpa motif ekonomi dibaliknya. "Good men produce good music. Mengajari bermain musik bukan sekedar masalah teknis, banyak nilai yang terkandung di dalamnya. Piano ini hanya media, yang paling penting untuk diajarkan adalah anak-anak harus tahu bahwa untuk mencapai sesuatu butuh cinta, disiplin dan kerja keras." paparnya.

Siapa yang mengetuk, dia akan dibukakan. Siapa yang mencari, dia akan menemukan. Mencari partner yang 'seiman' dalam arti memiliki tujuan pendidikan yang sama memang tidak mudah. Tapi kalau kita mencari dengan sungguh-sungguh, saya percaya Tuhan akan membantu kita menemukannya.

Comments

Popular posts from this blog

Educate Children To Be a Person

Bermain dengan Hasrat

Alasan Memilih Homeschooling - Part 2