Belajar yang Kodrati

Dosa Besar Karena Mencontek Saat Ujian | Rumaysho.Com

Beberapa waktu lalu, murid-murid saya yang duduk di bangku SMA menceritakan tentang bagaimana mereka mengakali guru-guru mereka di sekolah agar bisa mencontek dengan aman saat ujian. Saya tahu ini hal yang lumrah dan sudah terjadi sejak zaman dulu, tapi saya tergelitik untuk menanyakan pada mereka alasan mereka mencontek. Jawabannya seperti yang saya duga, supaya dapat nilai bagus dan karena menghafal materi pelajaran itu melelahkan. 

"Untuk apa menghafal kalau dalam satu menit kita sudah bisa dapat jawabannya di Google" seru salah seorang dari mereka.

Ah, zaman sekolah dulu saya juga bukan penghafal yang baik. Saya tak pernah paham untuk apa menghafal sekian banyak teori untuk sekedar mampu menjawab soal ujian. Iming-iming nilai ujian yang bagus bukan alasan kuat bagi saya untuk menghafal. Namun anak-anak zaman now ini punya alasan yang lebih kuat untuk tidak perlu menghafal. Sebagai gudang informasi, Google sudah memiliki segala data yang dibutuhkan, dan hanya butuh sekian detik untuk mendapatkan data yang kita mau tanpa repot menghafalnya. 

Saya jadi bertanya-tanya, jika semua pengetahuan sudah mampu kita dapatkan dengan mudah di internet, lantas untuk apa mempelajari teori-teori yang banyak itu selama bertahun-tahun. Hanya demi selembar ijazah dengan nilai yang baik kah? Jika memang itu jawabannya, saya rasa anak-anak sekolah yang mencontek itu tak salah. Tapi apakah tujuan belajar itu sekedar untuk mendapatkan pengetahuan?

Tanpa perlu mempelajari banyak teori dan menghafalnya repot-repot untuk ujian, banyak orang bisa sukses dalam pekerjaannya. Apalagi di era teknologi 4.0 ini yang memungkinkan kita untuk mendapat akses dan komunikasi tanpa batas. Cukup belajar satu atau dua jenis ketrampilan, jadilah mahir dalam ketrampilan itu, dan anak-anak pun akan siap mencari penghasilan sendiri. Tapi apakah tujuan belajar hanya untuk mampu mencari penghasilan materi semata?

Menelisik Tujuan Belajar

Jadi untuk apa dong (anak-anak) kita belajar? Nah, pertanyaan singkat yang jawabannya butuh pergulatan panjang ini! Kemarin, dalam diskusi bersama teman-teman Charlotte Mason Jakarta pertanyaan itu muncul kembali, dan kami mendapati kalimat yang cukup mencengangkan dari buku Philosophy of Education yang tengah kami baca :
"Tujuan tertinggi kita sejauh ini adalah hanyalah mendidik generasi muda supaya berguna bagi masyarakat..."
Dalam anggapan kami, bukankah memang itu tujuan pendidikan seharusnya? Agar apa yang dipelajari anak-anak ini mampu membawa mereka menjadi berguna bagi masyarakat. Tapi mengapa hal ini dianggap jadi hal yang 'sekedar'.

Lantas saya teringat dengan sosok-sosok pahlawan perang dalam buku sejarah yang seringkali saya baca dengan anak-anak. Mereka orang-orang hebat yang mampu membawa kemenangan gilang gemilang bagi bangsa mereka, bagi masyarakat dan kelompok mereka, tapi di sisi lain perbuatan mereka memberi dampak yang tidak baik bagi pihak lain. 

Era tanam paksa yang terjadi di Indonesia pada abad lalu misalnya, membuat negeri Belanda bertambah makmur, dan kemakmuran itu tentu bermanfaat sekali bagi rakyat di sana. Namun, ada sekian banyak orang yang harus menderita akibat kerja ini. Mereka yang bekerja siang malam sambil kelaparan di tanah nenek moyang mereka sendiri. 

Maka kami pikir, benar juga, pernyataan bahwa pendidikan harus bisa membuat anak-anak menjadi berguna bagi masyarakat ini seharusnya belum selesai. Masih bisa dipertanyakan lagi, masyarakat yang mana? atau, apakah kata masyarakat ini hanya bermakna sebagai manusia? Bagaimana dengan makhluk penghuni bumi lainnya? Binatang, tanaman, tambang dan mineral yang terus menerus dikeruk. Apakah keberadaan mereka di alam semesta ini tidak layak diperhitungkan? Apakah seluruh makhluk dalam semesta ini hanya berperan untuk mendatangkan kebergunaan bagi kita manusia?

Tidak, pendidikan harusnya punya tujuan yang lebih tinggi dari itu. Bukan sekedar agar mampu berguna bagi masyarakat. Sebab jika hanya itu, pendidikan tak akan lebih dari hukum permintaan dan penawaran ekonomi. Masyarakat butuh operator mesin berat, maka didiklah anak-anak agar mampu mengoperasikan mesin berat itu. Masyarakat senang menikmati kemasan animasi, maka didiklah anak-anak agar mampu membuat animasi yang bagus. 
"Sudah lewat masanya ketika tujuan pendidikan hanya cocok untuk yang ingin melanggengkan budaya kelas atas atau untuk menjadi pekerja terampil. Saat ini kita harus menghadapi anak sebagai manusia.. " (Philosophy of Education p.157)

Kodrat Manusia


Satu hal yang paling menarik dari metode Charlotte Mason ini adalah bahwa segala sesuatu dikembalikan pada bagaimana hukum alam seharusnya berlaku dalam hal ini. Charlotte, yang tidak sejalan dengan hukum liberal yang percaya bahwa semua tergantung pada individunya, percaya bahwa ada hukum alam yang berlaku pada semua individu. Misalnya saja, tak peduli siapapun individunya, kalau ia makan tanpa dikunyah maka ia akan tersedak. Atau, siapapun yang makan lemak dan gula kebanyakan pasti akan kegemukan, meski durasi untuk mencapai taraf kegemukan itu berbeda untuk tiap individu, tapi bahwa lemak dan gula membuat kegemukan ini adalah hukum alam.

Pun demikian dalam pendidikan. Metode Charlotte Mason percaya bahwa pasti ada hukum alam yang berlaku dalam soal proses mendidik ini. 

"Bagaimana kalau ternyata kita mendapati hukum alam telah menyediakan kurikulum yang lengkap? “Ras manusia telah kehilangan title deeds-ya,” kata Voltaire, dan sekian lama umat manusia berusaha mendapatkan kembali title deeds itu. Dunia pendidikan pun sampai sekarang masih mencari-cari, kalimat Voltaire masih berlaku. Kita masih belum menemukan title deeds ini sehingga kita tidak mendidik anak dengan mantap." (Philosophy of Education p.156)

Dalam mencari tahu tentang pendidikan; tujuan dan apa yang perlu dipelajari, Charlotte mengajak para pembacanya berpikir tentang apa sih title deeds, - kodrat alami manusia. Tidak ada penjelasan eksplisit yang Charlotte berikan dalam paragraf itu, maka kami pun membahasnya dalam diskusi kemarin. 

Jadi, kodrat manusia itu apa? Untuk apa sih manusia hidup di bumi? Sekedar agar berguna bagi manusia lainkah, seperti tujuan pendidikan yang tadinya kita pikir sebagai tujuan pendidikan paling tepat? Dengan mengetahui kodrat manusia ini, maka akan lebih mudah bagi kita merumuskan tujuan pendidikan dan mengurai soal kurikulum apa yang dibutuhkan.

Salah seorang teman mengucap bahwa untuk mengenal kodrat dirinya, manusia perlu mengenal Tuhannya. Sebab dengan mengenal Tuhan, mengakui otoritasNya serta paham akan tujuan penciptaan, manusia akan lebih mudah mengenali siapa dirinya. Dengan mengenal Tuhan terlebih dahulu, proses mengenal diri tidak akan terjebak dalam kacamata individualisme semata.

Dan ternyata dalam paragraf selanjutnya Charlotte juga menyebut soal hal ini, bahwa hasrat tertinggi manusia adalah untuk memiliki pengetahuan dan mengenal Tuhannya

"Saat ini kita harus menghadapi anak sebagai manusia, yang punya hasrat alamiah untuk memahami sejarah ras dan bangsanya, pemikiran orang-orang terdahulu dan kontemporer, pemikiran-pemikiran terbaik dari benak-benak terbaik yang mewujud dalam literatur, dan puncaknya adalah puisi serta karya seni yang aneka wujudnya; menghadapi anak sebagai anak Allah, yang hasrat tertinggi dan kemuliaan sejatinya adalah punya pengetahuan dan mengenal Bapanya yang Mahakuasa "  (Philosophy of Education p.157)

Alam semesta tidak berputar untuk kepentingan individu semata; ada manusia lain, ada kelompok masyarakat lain, ada makhluk hidup lain, ada banyak unsur-unsur lain yang semuanya perlu bekerja sama dengan baik agar kehidupan di bumi ini menjadi selaras dan seimbang; tidak saling menghancurkan atas nama kepentingan tertentu. 

Agar tujuan ini tercapai anak-anak perlu dididik untuk menjalin relasi dengan sejarah, dengan sastra dan pemikiran beragam orang dari beragam zaman, dengan karya seni terbaik yang beraneka wujud, menggunakan tangannya untuk bekerja bagi alam dan kemanusiaan atas nama Tuhannya. Bahwa mempelajari sesuatu yang hidup dan beragam ini adalah kebutuhan akal budi manusia, seperti layaknya tubuh membutuhkan variasi makanan bergizi. 

Hanya jika kebutuhan ini dipenuhi dan ia mampu menjalin relasinya dengan semesta, maka ia akan mampu menjalani kodratnya sebagai makhluk Tuhan yang merupakan bagian dari unsur-unsur lain kehidupan bumi ini, yang hidup untuk kepentinganNya, untuk kepentingan semesta, bukan hanya kepentingan pribadi dan golongannya saja. 


Menjalin Relasi

Sebab itu, ya pendidikan tidak cukup hanya dengan sekedar menghafal agar mendapat nilai bagus saat ujian. Pendidikan tidak cukup hanya dengan mempelajari ketrampilan agar bisa bersaing mencari penghasilan yang baik. Lebih dari itu, pendidikan membutuhkan pengetahuan yang menggugah akal budi dan menumbuhkan spiritualitas. 

Pengetahuan tak cukup hanya dengan diketahui, sebab hanya untuk tahu, Google bisa melakukannya dengan lebih baik dari manusia. Pengetahuan perlu dimiliki, dijadikan bagian dari diri sang siswa didik, agar ia mampu menjalin relasi dengan beragam pengetahuan dan mendapati dirinya berelasi dengan semesta yang memang dibangun dengan ragam pengetahuan.

Bagaimana caranya agar anak-anak yang kita didik ini mampu menjalin relasi dengan pengetahuan? Jawabannya ada di living books / living ideas dan teknik narasi.  Ah, mudah-mudahan kapan-kapan sempat saya tulis lagi soal dua icon teknis metode CM ini dan kaitannya dengan pemenuhan kodrat manusia dalam rangka menjalin relasi dengan pengetahuan, demi mencapai tujuan menjadi pribadi yang magnanimous, insan kamil, serupa dengan gambar dan citra Allah.




Comments

Popular posts from this blog

Educate Children To Be a Person

Bermain dengan Hasrat

Alasan Memilih Homeschooling - Part 2