Belajar dari Speaking Test


Hari itu saya bertugas menjadi Speaking Examiner untuk ujian Bahasa Inggris di sebuah sekolah swasta tingkat SMA. Speaking test memang merupakan salah satu kegiatan favorit saya sebagai guru. Bukan karena ujiannya, tapi karena pada proses ini saya merasa bisa meneliti lebih jauh mengenai pribadi seseorang, beserta dengan hal hal yang mempengaruhinya. Saya suka menggunakan kesempatan ini untuk belajar banyak dari setiap kandidat yang saya ajak bicara. Pun begitu dengan hari ini, selalu ada pengalaman berkesan yang saya dapatkan dari berbincang empat mata dengan kandidat-kandidat ujian tersebut.

Kebanyakan anak remaja ibu kota memang memiliki ciri khas cerita yang sama. Kebingungan tentang langkah ke depan, tidak mengerti jelas mengenai apa yang sedang dijalaninya, memilih sesuatu tanpa dasar pertimbangan yang matang, khas anak muda zaman now. Namun tentunya tidak semua anak muda berlaku demikian, masih banyak anak muda harapan bangsa yang punya visi jelas dengan rencana yang disusun rapi. Saya selalu menikmati binar mata setiap anak semacam itu.

Rachael salah satunya. Anak ini berhasil hinggap di benak saya hingga detik ini. Dimulai dari saat ia berbicara tentang arti namanya. Ia tahu bahwa namanya diambil dari nama salah satu tokoh dalam alkitab dan dengan lancar ia dapat membandingkan karakternya dengan karakter istri Yakub tersebut. Ia menyadari kelemahan-kelemahan karakternya, menginginkan perubahan namun dengan jujur mengakui bahwa sampai saat ini hal tersebut belum bisa dilakukannya.

Ketika saya bertanya apa cita citanya jawabannya begitu mencengangkan saya.

Jadi apa cita citamu?” tanya saya

Saya ingin menjadi dokter”

Apa yang membuatmu ingin menjadi dokter?

Karena saya yakin ini panggilan hidup saya untuk bisa menolong banyak orang”

Bukan karena ingin menjadi kaya?”

Sama sekali tidak. Awalnya orangtua saya yang meminta saya menjadi dokter karena mereka yakin saya mampu. Tadinya saya tidak mau, hingga kemudian saya sampai pada satu titik dimana saya benar benar memohon pada Tuhan. Tuhan, saya cinta sekali pada orangtua saya, pada teman teman saya, pada masyarakat di negri ini, pada bumi ini dan terutama padaMu Ya Tuhan. Tolong tunjukkan pada saya, apa yang saya bisa lakukan untuk bisa berkontribusi pada semuanya dengan segenap kemampuan saya. Dan kemudian saya seperti mendengar Tuhan berbisik pada saya bahwa dengan menjadi dokter lah saya bisa mewujudkan semua itu. Sejak saat itu, saya yakin sekali menjadi dokter adalah panggilan hidup saya”

Lantas apa yang akan kau lakukan kalau kau sudah menjadi dokter?”

Saya ingin sekali mengadakan kegiatan kegiatan sosial, seperti membuat rumah untuk anak anak yang menderita kanker tapi tidak memiliki cukup dana. Pokoknya saya ingin menolong banyak orang sebisa saya. Sungguh saya tidak ingin menjadi dokter sekedar karena ingin mencari uang. Saya ingin bisa berguna bagi banyak orang”

Sementara banyak anak anak lain menjawab setiap pertanyaan saya dengan ragu, anak ini menjawabnya dengan suara yang lantang dan pancaran mata yang berbinar. Membuat saya teringat dengan perkataan Charlotte mengenai hasil pendidikan itu bukan soal seberapa banyak pengetahuan yang dimilikinya, tapi tentang seberapa besar ia peduli dengan sekitarnya. 

Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, pengetahuan barangkali bisa dicari dengan semakin mudah. Tetapi pancaran mata yang penuh semangat, nada bicara yang tegas dengan kalimat kalimat yang terstruktur, langkah yang penuh percaya diri, visi hidup yang didasari atas prinsip yang jelas, sungguh membutuhkan suatu gemblengan latihan yang serius. Dan inilah yang sebenarnya kita harapkan dari proses pendidikan bagi anak-anak bangsa.

The mind takes in knowledge isn’t to know..but to grow!”
- Charlotte Mason, Philosophy of Education-

Setiap anak, kata Charlotte, lahir dengan kemampuan untuk mencerna pengetahuan, namun ia belum memiliki pengetahuan tersebut. Akan tetapi, kita selaku orang dewasa rasanya terlalu banyak berusaha untuk memasukkan pengetahuan itu ke dalam akalbudinya. Seringkali kita lupa untuk melatih mereka meningkatkan kapasitas pemikirannya, menumbuhkan imajinasi dan kreativitasnya, membuka cara pandangnya, menyentuh kepekaannya serta menggembleng nalarnya. Pengetahuan bukan sekedar sesuatu untuk dihafal tapi bagaimana menjadikannya sebagai pemantik bagi pertumbuhan akalbudi eseorang.

Saya tidak mengenal remaja bernama Rachael ini sebelumnya, tapi tentu dari caranya berbicara saya tahu bahwa ia dapat menyikapi pengetahuan yang ia miliki untuk membuat dirinya bertumbuh dan bukan sekedar menjadikan pengetahuan sebagai hal sekuler yang terpisah dari jalan hidupnya, masyarakat dan bahkan Tuhan sang pemilik pengetahuan itu sendiri. Ia menyatukan semuanya dengan indah, sehingga saya pun menerima ini sebagai salah satu pengajaran yang diberikan Tuhan pada saya.




Comments

Popular posts from this blog

Educate Children To Be a Person

Bermain dengan Hasrat

Alasan Memilih Homeschooling - Part 2