Belajar dari Klinik Kopi

Main ke Jogja kali ini akhirnya saya sempat juga mampir ke klinik kopi, setelah sekian lama ingin kesana tapi nggak kesampaian terus. Awalnya sih cukup membosankan dengan harus menunggu 2 jam sekedar untuk mendapatkan kopi. Namun ketika bertemu mas pepeng, saya baru sadar kenapa orang rela mengantri lama.
Sungguh awalnya saya pikir hanya karena klinik kopi ini sudah bolak balik masuk tv, bahkan muncul di film AADC 2, maka semua orang mendadak pingin kesana. Atau setidaknya karena kopi adalah minuman yang sedang ngetrend maka banyak orang rela mengantri demi mendapat edukasi kopi dari mas pepeng ini (sejujurnya, saya termasuk tipe kedua ini 😁).
Jadi baru masuk kami sudah disapa akrab dengan ditanya nama, asalnya darimana, tinggal dimana, dsb. Tidak ada raut sombong sama sekali di wajahnya. Seperti layaknya menyapa seorang kawan saja. Lalu ia bertanya pula, tau klinik kopi darimana. Pertanyaan yang menggelitik menurut saya, bukan rahasia lah kalau tempat ini sudah cukup terkenal, tapi dengan pertanyaan itu jadi semakin tampak kerendah hatiannya.
Ketika saya jawab bahwa saya tahu tempat ini dari adik saya yang dulu sekali pernah kesini, dengan akrabnya dia "memaksa" saya bercerita tentang adik saya. Bahkan dia bilang ke asistennya "Eh mbak ayu ini adiknya dulu sering kesini loh". Agak tercengang juga saya rasanya, kayaknya kok nggak penting amat gitu sebenarnya, tapi dia bisa membuat hal kecil dari customernya menjadi seolah penting.
Tidak hanya bertanya tentang kami, ia juga bercerita tentang keluarganya dan mengenalkan kami dengan istri serta anaknya yang kebetulan lewat. Makin sadarlah saya kalau yang dijual bukan hanya kopi, tapi keakraban seorang teman. Ia seperti ingin mewujudkan diri jadi minuman kopi itu sendiri..yang identik dengan kehangatan, memberikan energi dan teman bercerita.
Sungguh sebuah konsep jualan yang luar biasa ya. Menjual keakraban. Saya jadi teringat dengan seorang dokter yang kebetulan masih kerabat saya. Beliau dokter umum biasa sebenarnya, obat obatan yang diberikan juga sama saja dengan dokter dokter lain. Tetapi pasiennya sangat banyak dan loyal kepadanya. Bahkan banyak diantara pasiennya sembuh sebelum meminum obat yang diberikannya. Sekedar bertemu dengannya saja sudah jadi sugesti bagi para pasien untuk segera sembuh.
Bukan pakai dukun atau gimana, tapi pak dokter ini sungguh super duper ramah. Ia selalu bangkit dari tempat duduknya untuk menyambut pasien yang baru masuk ruangannya, serta membukakan pintu seusai mereka selesai berkonsultasi dengannya. Ia menyimpan data setiap pasien dengan sangat detail, sehingga setiap pasien lama yang datang disapanya bukan hanya tentang penyakitnya tapi juga keluarga, pekerjaan atau apapun yang berhubungan dengan orang tersebut. Persis dengan mas pepeng itu, ia bukan hanya menjual jasa kesehatan, tapi juga menjual keakraban.
Karakter barangkali jadi modal paling utama dalan jualan jenis ini. Nggak kebayang kalau orang-orang seperti mereka aslinya tidak berkarakter demikian. Sekedar melakukannya karena uang, atau karena ingin terkenal, ingin laku, dan motivasi-motivasi lainnya. Pekerjaan yang mereka lakukan jika tidak dikerjakan dari hati, dengan kesenangan jiwa, pastilah tidak akan bertahan lebih lama. Namun jikalau dilakukan dengan sukacita karena kesukaan mereka untuk berinteraksi dengan orang lain, mereka akan merasa nyaman dengan kegiatan tersebut, orang lain pun akan menyukainya, dan uang akan datang dengan sendirinya. 

Ah ya, sebuah bukti nyata lagi kalau uang tidak perlu dikejar. Kalau kita melakukan sesuatu  dengan sepenuh jiwa, uang akan datang dengan sendirinya. Kalau kata pepatah mah, rejeki udah ada yang ngatuuur.. nggak usah dijadiin tujuan utama..

Comments

Popular posts from this blog

Educate Children To Be a Person

Bermain dengan Hasrat

Alasan Memilih Homeschooling - Part 2