Alasan Memilih Homeschooling - Part 1

Trouble Monday


Memilih jalur yang tidak mainstream memang kerap kali menimbulkan banyak pertanyaan. Pun demikian dengan pilihan saya untuk menghomeschoolingkan anak-anak saya. Rentetan pertanyaan kerap saya terima dan rasanya meski keputusan untuk homeschool itu sudah lama saya ambil, namun tetap selalu ada saja teman baru ataupun teman lama yang mempertanyakan kenapa anak anak saya tidak sekolah formal. Jadi ya saya pikir ada baiknya saya ceritakan dengan lengkap disini.

Saya mulai tergugah dengan permasalahan pendidikan anak saat saya mengajar di sebuah preschool di tengah waktu senggang saya menanti sidang skripsi. Sebelumnya saya memang suka sekali bermain dengan anak-anak; dengan senang hati saya suka menjaga keponakan keponakan saya saat ibu mereka tengah sibuk, mengajak mereka menginap ataupun bepergian. Maka ketika kakak kawan saya menawarkan saya mengajar di sekolahnya, dengan berbahagia saya menerimanya.

Setelah menghadapi anak anak secara langsung dalam peran pendidik, bukan sekedar teman bermain, tiba tiba saya menyadari beratnya tugas itu. Hal hal seperti membiasakan mereka melakukan hal yang baik, mengubah perilaku buruk mereka, mengajarkan kemampuan dasar, meredakan tangis dan amarah mereka, rasanya terlalu sulit untuk saya hadapi tanpa pengetahuan apa apa. Saya merasa perlu membaca dasar dasar pendidikan sehingga saya memiliki cukup amunisi saat menghadapi mereka.

Mulailah saya berburu buku buku pendidikan dan berdiskusi dengan rekan rekan kerja saya yang notabene lebih ahli  dalam soal pendidikan. Saya mulai mendapatkan pencerahan mengapa seorang anak berperilaku buruk serta tips dan trik dalam menghadapi mereka, meski tidak jarang saya merasa antara teori dan kenyataan berbeda. Nyatanya berbagai permasalahan baru terus bermunculan laksana tissue yang diambil satu dan dibawahnya ada lagi.

Salah satunya adalah masalah yang saya sebut dengan "trouble monday". Saya mendapati murid murid saya yang luar biasa itu (kebetulan dulu saya mengajar 5 anak laki laki super aktif dalam satu kelas) selalu berperilaku lebih 'liar' di hari senin. Awalnya saya pikir mereka berperilaku liar setiap hari, tapi setelah saya observasi dengan seksama, intensitas keliaran itu berada pada level diatas rata rata di hari senin. Sementara, berbanding terbalik, usaha saya membiasakan mereka berprilaku lebih tenang selalu sukses di hari jumat.

Usut punya usut, ternyata di akhir pekan mereka biasa dimanjakan habis habisan oleh orangtuanya. Saat senin sampai jumat para orangtua sibuk bekerja, di akhir pekan adalah saatnya memanjakan anak. Saya bukannya mengambil kesimpulan sepihak, tapi kenyataan itu saya dapati dari pertanyaan saya pada anak anak (serta pengasuh mereka) itu sendiri. Atau bahkan tidak perlu ditanya, dengan senang hati mereka akan bercerita tentang apa yang mereka lakukan di akhir pekan itu. Dan umumnya orangtua mereka menuruti apapun permintaan mereka tanpa merasa harus melatih suatu kebiasaan baik pada mereka.

Jadilah kalau biasanya mereka sudah terbiasa membereskan mainan seusai bermain, hari senin lupa. Kalau biasanya mereka bisa pakai sepatu sendiri, hari senin mendadak menangis minta pakaikan sepatu. Kalau biasanya mereka cukup anteng saat diminta duduk, hari senin mereka seperti punya hasrat lebih untuk jungkir balik. Kalau sudah begitu, biasanya satu hari senin saya rasanya seperti satu tahun.

Mengalami problema tersebut, saya tiba-tiba tersadar bahwa orangtua adalah pemegang peranan terpenting bagi pendidikan anak anaknya. Tak peduli apapun yang diajarkan sekolah, kalau di rumah tidak diajarkan hal yang baik, maka akan percuma saja apa yang diajarkan di sekolah. Intensitas pertemuan guru dan murid hanya terjadi dua jam sehari, maka jika ingin memiliki anak dengan perilaku seperti yang kita harapkan, sekolah bukan penuntas persoalannya. 

Bagi saya yang berprinsip ogah rugi kala itu, kalau sudah bayar sekolah mahal mahal tapi masih harus extra mendidik juga di rumah, ya lebih baik sekalian saja tidak sekolah. Saya mulai terpikir bahwa mungkin suatu hari nanti saya lebih baik mendidik anak anak saya sendiri. Saya bertekad untuk kelak tidak sibuk sendiri dengan karir yang akan saya kejar, tapi lebih fokus pada proses pendidikan anak-anak saya. Sebab saya melihat langsung bahwa anak-anak sangat membutuhkan hal ini. Bukan nilai-nilai akademis yang mereka butuhkan, tetapi perhatian, kasih sayang dan pengajaran untuk bersikap baik di tengah masyarakat.

Namun kala itu saya baru berpikir bahwa setidaknya anak-anak saya akan homeschool di masa prasekolah, sebab masa masa tersebut sepertinya krusial sekali dalam pembentukan karakter mereka. Dengan bermodal pernah jadi guru TK itu, saya merasa bahwa dalam soal akademis TK masih bisa lah saya pegang sendiri kelak. Yang terpenting adalah bagaimana kelak mereka mendapatkan kasih sayang saya seutuhnya di masa-masa awal hidup mereka. (bersambung).

Comments

  1. Selamat pagi, Bu Ayu. Saya Titin. Tulisan Bu Ayu lucu dan kenyataan banget. Terima kasih, Bu Ayu.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Educate Children To Be a Person

Bermain dengan Hasrat

Alasan Memilih Homeschooling - Part 2