Memilih Buku Untuk Pelajaran Akademis

Melanjutkan cerita tentang bagaimana kami menjalani keseharian homeschooling kami, kali ini saya ingin bercerita tentang pergulatan memilih buku-buku yang hidup serta menyusun kurikulumnya. Charlotte Mason ini sebenarnya sebuah filosofi pendidikan yang sangat penting dipelajari dasarnya dulu sebelum melaju pada teknisnya. Mempelajari fondasi dasar dari pendidikan CM ini sangat memudahkan dalam menjalani teknis hariannya. Namun merumuskan teknis harian yang sesuai dengan filosofi CM juga sebuah perjuangan tersendiri di awal. Jika sudah menemukan teknis harian yang pas, sambil terus pegang filosofinya, menjalani metode CM ini mudah dan menyenangkan.

Salah satu tantangan di awal menggunakan metode CM untuk belajar akademis adalah menemukan kurikulum yang pas untuk keluarga kita. Ada banyak penyedia kurikulum CM, seperti Ambleside Online (AO), Simply Charlotte MasonLiving Books CurriculumModern Charlotte Mason, dan lain-lain. Masing-masing disusun dengan dasar filosofi CM namun memiliki visi dan warna yang berbeda-beda.  Kurikulum AO yang disediakan dengan gratis dan disusun dengan lengkap serta sistematik biasanya merupakan favorit para CMers, termasuk para CMers di Indonesia.

Namun saat pertama saya ingin memulai pembelajaran akademis sulung saya, saya merasa kurang sreg jika harus menggunakan kurikulum AO sepenuhnya. Selain karena permasalahan bahasa, juga karena kontennya sangat barat sekali, kurang dekat dengan keseharian anak-anak saya. Pun demikian, banyak buku-buku rekomendasi AO yang kami pakai karena keindahan ceritanya tidak tertandingi. Antara lain fifty famous story retoldparable of natureelementary geography dan lainnya.



Lantas bagaimana dengan buku-buku lainnya?

Sejujurnya saya trial and error! Saya sering berburu buku, menelisiknya dan mencoba membacakan pada sulung saya dalam sesi belajar akademisnya. Terkadang konten ceritanya terlalu berat, tidak pas dengan usia anak saya, atau terlalu ringan sehingga ia tidak merasa tertantang. Lain waktu, tuturan bahasanya terlalu kaku sehingga ia kesulitan untuk memahami maksud bacaan. Jika sudah tidak pas begitu, biasanya pembacaan buku tidak saya lanjutkan dan saya ganti dengan buku lain. Namun ada kalanya bukunya terlalu bagus untuk dilewatkan, jadi meski sulung saya agak tertatih-tatih saya tetap membacakannya

Proses mengkurasi buku ini biasanya saya lakukan 3 kali dalam setahun. Jadi dalam setahun kami membagi pembelajaran dalam 3 term. Sebelum memulai term biasanya saya mengkurasi buku apa yang akan dipakai untuk setiap mata pelajaran, misalnya begini :

Sejarah : Child History of The World
Geografi : Kepulauan Nusantara dan Home Geography
Biografi : Thomas Alfa Edison
Nature Story : Gadis Batuan
Literatur : Mahabarata
Puisi : Amir Hamzah
Pelukis : Raden Saleh
Lagu Daerah : Indonesia Timur
Hasta Karya : Paper Sloyd

* Catatan : Untuk pelukis dan puisi ini memang dipilih satu nama untuk dipelajari karya-karyanya selama satu term. Sementara untuk lagu daerah, saya biasanya memakai 1 lagu yang sama dalam kurun waktu 2 minggu. Pilihan daerahnya terkadang saya pilih yang berdekatan dalam satu term.

Setelah memilih buku untuk setiap mata pelajaran, saya membagi pelajaran ke dalam dua jenis : pelajaran harian dan mingguan. Untuk mata pelajaran yang membutuhkan ketekunan lebih, seperti matematika, menulis, membaca lantang, serta puisi (biasanya puisi yang sama setiap hari selama seminggu) saya memasukkannya ke dalam pelajaran harian. Sisanya saya atur bergantian untuk pelajaran mingguan. Dalam seminggu, anak-anak saya hanya belajar akademis 5 hari, sisanya libur. Alih-alih libur di akhir pekan, anak-anak memilih libur saat kami memliki kegiatan komunitas di luar rumah.

Sebenarnya saya ini agak kurang kerjaan saja sih melakukan hal seperti ini. Teman-teman sesama pengguna metode CM lainnya banyak yang cukup puas menggunakan kurikulum AO karena bukan hanya list buku yang sudah tersedia, namun juga jadwal pelajaran per term, bahkan per hari pun sudah ada susunannya. Mereka tinggal menyesuaikannya dengan kebutuhan dan waktu keluarga saja. Mereka juga terkadang menambahi dengan buku-buku lokal untuk melengkapi kurikulum AO yang mereka pakai.

Di sini sebenarnya seni menggunakan metode CM. Syarat utama hanyalah memahami filosofi dasar dan fondasi pembeajarannya, sisanya setiap keluarga bisa memakai caranya masing-masing. Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk, semua tergantung kebutuhan dan visi keluarga.

Kurikulum CM Indonesia


Terinspirasi dari kurikulum AO yang sistematik dan mudah digunakan itu, saya serta teman-teman dari Charlotte Mason Indonesia kemudian terpikir untuk menyusun semacam kurikulum AO dengan cita rasa Indonesia. Menggunakan buku-buku lokal ataupun terjemahan yang disusun sesuai kebutuhan anak-anak Indonesia. Namun rupanya hal ini bukan pekerjaan mudah, menyusuri buku-buku yang pernah terbit dan membacainya satu per satu jelas tidak bisa dikerjakan dalam waktu singkat. Sebab mendefinisikan apakah suatu buku tergolong living book atau bukan saja terkadang kami masih berdebat.

Ya, living books memang tidak hitam putih melainkan spektrum. Ada buku-buku yang jelas-jelas living books, dan ada buku-buku yang jelas-jelas bukan living books. Namun banyak buku yang berada di pertengahan antara keduanya, sehingga kami masih perlu membahasnya dalam-dalam apakah layak dimasukkan dalam kurikulum atau tidak. Pekerjaan panjang, tidak bisa diharapkan hadir dalam waktu cepat.

Living books ini memang bagai makanan enak. Sulit diceritakan dengan kata-kata, harus dirasakan sendiri. Jika ada di antara teman-teman yang ingin trial and error dalam menggunakan kurikulum CM seperti saya, sebaiknya rasakan dulu living books yang sudah direkomendasikan seperti apa. List buku bisa didapatkan di website AO tadi, banyak yang gratis! Namun tim kurikulum CM Indonesia juga sudah mengkurasi buku-buku rekomendasi AO yang sudah diterjemahkan dengan baik ke Bahasa Indonesia. Daftarnya bisa dilihat di sini.

Setelah mencicipi buku-buku yang direkomendasikan dan merasakan hidupnya ide-ide yang ada di buku-buku tersebut, kita bisa menelusuri buku-buku lain dan merasakan sendiri apakah buku tersebut living atau tidak, cocok atau tidak untuk dikonsumsi anak-anak Anda.

Mencicipi buku demi buku ini macam wisata kuliner. Bagi para pecinta buku, hal ini menyenangkan seperti para pecinta makanan mencicipi berbagai jenis makanan. Dan karena pendidikan adalah atmosfer, anak-anak hanya akan mencintai buku jika orangtuanya melakukan hal yang serupa!

Selamat berburu!

Comments

Popular posts from this blog

Educate Children To Be a Person

Bermain dengan Hasrat

Alasan Memilih Homeschooling - Part 2