Keseharian Homeschooling Kami

Dua tahun lalu saya pernah menulis tentang alasan memilih homeschooling di blog ini sampai terbagi menjadi 3 tulisan (part 1part 2part 3). Beberapa kawan yang bertanya mengenai homeschooling kerap kali saya rujuk ke tulisan tersebut. Namun sepertinya kebanyakan kawan seringkali justru menanyakan proses seperti apa yang kami jalani dalam keseharian. Memang terkadang saya berbagi cerita keseharian di sosial media, tapi rasanya saya merasa punya hutang untuk bercerita secara garis besarnya seperti apa.

Mumpung lagi slowing down, ada banyak waktu untuk menulis, maka ini cerita saya.



Belajar Akademis

Bahwa belajar bukan semata akademis barangkali sudah menjadi rahasia umum. Banyak praktisi homeschooling lain yang bahkan tidak menjadwalkan pembelajaran akademis dalam kesehariannya. Umumnya mereka belajar dari kesempatan yang datang atau belajar sesuai minat dan bakat anak. Sebaliknya, banyak pula anak homeschooling lain yang masih berjibaku dengan kurikulum diknas dan jadwal terstruktur meski tidak sebanyak di sekolahan. Namun keluarga kami memakai metode Charlotte Mason (CM) yang memiliki jadwal pembelajaran terstruktur tapi tidak menggunakan kurikulum diknas.

Lantas belajar apa?

Pendidikan akademis dalam metode CM semata berfungsi sebagai media pelatihan kebiasaan. Tujuan dari pelatihan kebiasaan yang ditempuh dengan belajar akademis ini adalah bagaimana anak-anak terlatih untuk mampu memusatkan perhatian dengan baik, mampu mengobservasi dengan teliti, mampu menggunakan seluruh indranya dengan sebaik-baiknya, mampu mendengarkan dengan penuh perhatian, mampu menceritakan kembali, mampu berpikir secara logis, mengenali hasrat-hasrat manusia, dan macam sebagainya. Fokus utama pendidikan CM memang pembentukan karakter diri demi tujuan yang lebih tinggi dari tujuan pribadi.

Metode CM juga percaya bahwa akal budi, sama seperti tubuh, membutuhkan asupan untuk terus bertumbuh. Sebab itu kurikulum CM selalu mensyaratkan agar anak-anak belajar dari buku-buku yang memantik akal budi untuk bekerja - bukan sekedar menelan informasi, hasil karya terbaik yang pernah ada, maupun kearifan lokal dari tempat anak berpijak. Sebab sama seperti tak semua makanan bergizi tinggi, maka begitupun dengan makanan untuk akal budi. Sesekali mengkonsumsi micin atau makanan bergula tinggi tidak masalah, asalkan tidak menjadi sajian utama.

Jika tubuh membutuhkan variasi makanan, maka akal budi pun demikian. Sebab itu dalam metode CM, anak-anak belajar dengan kurikulum yang kaya. Sehari-hari, kedua anak saya belajar matematika, menulis, puisi, geografi, sejarah, sains, antropologi, lagu daerah, studi lukisan, studi musik, membuat hasta karya, dan lainnya. 

Wah, sama seperti di sekolah dong?

Ini dia yang berbeda. Meski belajar berbagai macam, waktu belajar akademis anak-anak hanya berkisar 1-2 jam sehari. Sebab tujuannya adalah melatih kebiasaan mereka untuk fokus. Bagi kami, jauh lebih baik anak-anak bisa fokus maksimal dalam 10 menit dibanding 1 jam tapi pikiran melayang ke mana-mana.  Jadi, kira-kira pembelajaran dilakukan dengan cara seperti ini :

Membaca puisi - 5 menit
Menulis - 5 menit
Membaca lantang - 5 menit
Sejarah - 10 menit
Mendengarkan (dan bernyanyi) lagu daerah - 5 menit
Matematika (kami pakai kurikulum ini) - 30 menit
Hasta karya - 20 menit

Tidak semua subjek pelajaran dipelajari dalam satu hari. Saya membagi pelajaran menjadi dua jenis; pelajaran harian dan pelajaran mingguan.  Contoh jadwal pelajarannya seperti ini :




Prinsipnya, setiap hari anak-anak harus selalu memiliki -setidaknya- satu hal besar untuk dipikirkan, satu hal indah yang menyentuh hatinya, dan satu hal untuk dikerjakan dengan tangannya. Hal-hal inilah yang perlu ia dapatkan dari pembelajaran akademis hariannya.

Nanti dapat ijazahnya gimana?

Taci, sulung saya yang berusia 12 tahun, akan mengikuti ujian Paket A tahun ini. Ia baru mempelajari materi-materi diknas awal Januari lalu. Sejauh ini, karena sudah memiliki kebiasaan belajar dengan fokus, ia cukup mampu mencerna pelajaran yang ada meski harus tertatih-tatih menyesuaikan diri pada beberapa mata pelajaran. Kami memang tidak menargetkan ia harus mendapat nilai yang tinggi, mendapatkan ijazah bagi kami hanyalah formalitas yang memang perlu ditempuh.


Masterly Inactivity


Jika anak-anak hanya belajar akademis dengan waktu sependek itu, maka apa yang mereka kerjakan sepanjang sisa hari?

Ya terserah mereka. Saya tidak pernah menjadwalkan mereka suatu kegiatan tertentu di luar jam belajar akademis mereka. Kecuali kami memang memiliki suatu kegiatan di luar rumah. Dalam metode CM, kegiatan semacam ini dinamakan Masterly Inactivity. Diambil dari kata master - tuan, yang berarti orangtua berfungsi seperti tuan bagi anak-anaknya, tetapi inactive - tidak melakukan apa-apa. Dalam arti, orangtua menetapkan aturan dasar dan batasan-batasan tertentu bagi anak, namun di dalam batasan tersebut mereka bebas menginisiasi kegiatan mereka. Aturan dasarnya seperti apa barangkali berbeda setiap keluarga, tergantung dari apa yang dianggap penting dan tidak penting dalam keluarga tersebut.

Anak-anak saya biasanya menghabiskan sisa waktu dengan bermain lego, menggambar, membuat sesuatu, bercanda dengan sepupunya, bermain dengan kucing, bermain piano, membaca buku, dan lain sebagainya. Inisiasi kegiatan seperti ini sebenarnya juga bagian dari pendidikan karakter, yakni bagaimana melatih kebiasaan berinisiatif, belajar mengenali dirinya, berpikir mandiri dengan tidak terus menerus disuapi, dan juga mengatasi rasa bosannya sendiri tanpa mempersalahkan pihak lain.



Kegiatan di Luar Rumah


Homeschooling bukan berarti hanya di rumah saja. Anak-anak juga memiliki kegiatan-kegiatan di luar, termasuk sosialisasi dengan teman sebaya. Mereka biasanya punya jadwal les, di mana mereka berinteraksi dengan anak-anak sekolahan di ruang lesnya. Jenis lesnya apa ya tergantung kebutuhan; mulai dari berenang, beladiri, gimnastik, piano, menari, dan lainnya. Yang pasti saya cukup selektif dari memilihkan guru/tempat les bagi anak-anak saya. Bagi saya guru-guru les ini seperti partner dalam mengajari anak. Mencari yang satu visi menjadi syarat penting bagi kami.

Anak homeschooling juga bisa pakai seragam dengan kegiatan beragam
Anak-anak saya juga tergabung dalam komunitas homeschooling yang kerap kali melakukan kegiatan bersama di luar akademis. Dalam naungan komunitas ini, anak-anak menemukan banyak keseruan, persahabatan serta pengetahuan. Ada banyak sekali komunitas homeschooling di Jakarta, namun kami hanya tergabung di dua kelompok yakni Klub Oase dengan pramuka sebagai basis kegiatan utamanya dan Charlotte Mason Jakarta. Sama seperti mencari tempat les, mencari komunitas juga perlu yang satu visi sehingga anak-anak dan orangtuanya bisa betah di dalamnya.



Anak-anak homeschooling sering melakukan field trip bersama. 

Jika di tempat les kami membayar dengan uang agar anak-anak mendapat kegiatan, maka di dalam komunitas homeschooling kami membayar dengan waktu, tenaga dan pikiran. Setiap orangtua dalam komunitas homeschooling memiliki kontribusi dalam berjalannya kegiatan komunitas. Sebab itu pada akhirnya komunitas seperti ini bukan hanya mendulang manfaat bagi anak-anak namun juga orangtuanya. Dengan berbagi ilmu sebenarnya kami mendapat tambahan ilmu, dengan bahu membahu mengurus kegiatan kami mendapat tambahan sahabat, tambahan teman berdiskusi untuk belajar maupun untuk berkeluh kesah.



Memang bagi kami, memilih homeschooling ini salah satu anugrah yang perlu disyukuri setiap saat. Tidak melulu mulus sesuai harapan, tapi ada banyak sekali pembelajaran yang bisa kami dapatkan dalam proses ini.  

Comments

Popular posts from this blog

Educate Children To Be a Person

Bermain dengan Hasrat

Alasan Memilih Homeschooling - Part 2